Datang dari timur

terjebak badai digunung merbabu

Perjalanan menuju selo kembali terhenti dalam suatu peristirahatan di sebuah pondok karena tebalnya kabut dan gerimis hujan yang menusuk wajah kami dengan dingin, diperistirahatan ini kami nikmati dengan hangatnya jagung bakar yang hangat, disana juga kami sempatkan untuk  melaksanakan kewajiban kami sebagai hamba Tuhan untuk sekedar kembali mengobrol kepadanya.

Harus aku akui ini bisa dikatakan mulai melewati batas pikiran ku sebagai perantau yang tidak hanya harus bisa bertahan dengan gizi dari nasi telor dan indomie juga harus bertahan dengan makin beratnya tekanan dari hubungan ikatan darah kami.

Ini untuk pertama kalinya aku mulai sadar bahwa aku sangat menyayangi keluargaku yang semakin jarang aku beri kabar, hampir tiap malam aku lewati hanya perasaan tanpa memikirkan mereka. Aku hanya bisa hidup dengan tanpa pulang ke tempat kos, aku terlanjur nyaman dengan empuknya lantai mushola MIPA dan hangatnya tikar di sekre Emailkomp.

Entah kenapa aku makin enggan untuk sering-sering pulang ke tempat kos meski hanya sekedar mandi sore ataupun ganti baju, aku selalu takut ini akan menjadi awal masa tua ku yang sangat buruk dan aku tidak ingin ini bisa terjadi kepada anak-anakku kelak dimasa depan.

Kemarin jalan surya 1 tidak seperti biasa begitu pucat dipagi hari hanya ada asap putih dingin yang dikatakan sebagai kabut, ini indah sekali sepertinya ingin seperti ini seterusanya ketika pagi, tidak ada banyak orang yang lewat mencari sarapan, mereka hanyat sibuk melihat dibalik jendel karena enggan bersentuhan langsung dengan dingin embun yang berasap.

Tidak seperti dimasa sekolah ku yang tiap pagi harus kami paksa untuk selalu terbangun lebih pagi, menyiapkan kesibukkan sepagi mungkin jangan sampai matahari mendahului langkah kami hingga ke tujuan, sarapan kami habiskan ditengah perjalanan ketika persiapan menuju tujuan. Semua rasa dingin adalah selimut yang selalu menghangatkan kami.

Tidak boleh ada rasa kecewa kemarin yang mesti kami bawa dihari ini, semua wajib kami tinggalkan didalam kenangan yang semakin lama akan makin mengabur bersama kekecewaan kami dihari ini, hahah, itulah kami bangsa dari tanah asal yang terpinggir di tanah rantau. Hanya ada satu kalimat yang dapat kami bawa “Bila ingin hidup enak maka harus kerja keras” mantra itulah yang selalu ada didalam diri kami.

Tidak hanya sekedar bertahan dengan makan kami harus bertahan dengan saling berhubungan, mungkin yang  selalu jadi masalah dalam diri kami tentang menghormati tuhan yang sama kita sembah, tidak ada yang perlu mesti mengalah , kita hanya perlu berbicara dengan secangkir teh hangat untuk masalah ini.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar